PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Dalam Al-Qur'an surat Al-baqarah ayat 183 Allah berfirman:
Artinya:
" hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa (Qs. Al-baqarah: 183)
Puasa berasal dari bahasa arab yaitu artinya menahan, sedangkan menurut istilah syara' puasa adalah suatu amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala yang membatalkannya, mulai dari fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat karena Allah, dengan syarat dan rukun tertentu
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187
Artinya:
…. "minum dan makanlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar (Qs. Al-baqarah :187)
B. Tujuan Puasa
Menurut Qs. Al-baqarah ayat 183, tujuan melakukan puasa adalah untuk mencapai derajat taqwa. Taqwa adalah suatu sikap mental yang tumbuh atas dasar jiwa tauhid dan berkembang dengan ibadah ibadah yang dilakukan kepada Allah SWT.
C. Syarat-Syarat Dan Rukun-Rukun Puasa
Syarat puasa terbagi menjadi 2, yakni syarta wajib dan syarat syah puasa
1. Syarat Wajib Puasa
Beragama islam
Baligh
Berakal sehat
Suci dari haid dan nifas
Mampu melaksanakan puasa; bagi orang yang tidak mampu seperti sakit, dalam berpergian, atau orang tua yang sudah tidak mampu untuk berpuasa, maka mereka boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadhanya setelah selesai bulan ramadhan. Bagi yang sudah tua diwajibkan membayar fidyah.
2. Syarat Syah Puasa
Islam. Orang yang tidak beragama islam jika ia berpuasa, maka puasanya tidak syah menurut hukum islam.
Tamyiz.(mampu membedakan baik dan buruk)
Suci dari haid dan nifas
Bukan pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa
3. Rukun Puasa
a. Niat, yaitu menyengaja puasa ramadhan, jika puasa wajib maka niatnya harus dilakukan pada malam hari (sebelum terbit fajar). Untuk puasa sunah niatnya boleh dilakukan pada pagi hari sebelum masuk waktu dzuhur.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
“dari Hafsah Ummul Mu’minin RA, Nabi SAW bersabda: “siapa yang tidak menetapkan niat puasa sebelum fajar maka tidak syah puasanya.”(HR. lima ahli hadits)
b. meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa pada mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.
D. Sunnah Puasa
1. Makan sahur sesudah tengah malam walaupun sedikit, Rasulullah SAW bersabda:
artinya:
“dari Annas Bin Malik RA. ia Berkata: Rasulullah bersabda: “hendaklah kalian makan sahur karena dalam sahur itu terdapat suatu keberkahan.”(HR. Al- Bukhari dan Muslim)
2. Mengahirkan waktu makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum subuh dalam hadits dinyatakan sbb:
artinya:
“dari Zaid bin Tsabit RA. Berkata: “ kami makn sahur bersama Rasulullah SAW. Kemudian bangun untuk shalat subuh. Ia ditanya tentang berapa lama sahur dan shalat subuh itu ia menjawab : “kira-kira selama membaca 50 ayat (HR. Al-bukhari dan muslim)”
3. Menyegarkan berbuka puasa, Rasulullah SAW. Bersabda:
artinya:
“dari Sahl bin Saad RA. Rasulullah bersabda: “orang masih tetap dalam kebaikan selama mereka memepercepat berbuka puasa.” (HR. bukhari dan muslim)
4. Berbuka dengan kurma atau sesuatu yang manis dengan air putih sebelum makan makanan yang lain
5. Membaca Do’a ketika berbuka. Do’anya sebagimana disabdakan Rasulullah:
artinya :
“ya Allah, karena engkau aku berpuasa, kepada engkau aku beriman dan dengan rizki pemberian engkau aku berbuka.
6. Memberi makan untuk orang yang berbuka puasa, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala orang yang berpuasa itu tidak kurang sedikitpun.”(HR. At-turmudzi)
7. Memperbanyak membaca Al-qur’an
8. Memperbanyak shadaqah
E. Makruh Puasa
1. Berkumur-kumur secara berlebihan setelah tergelincir matahari
2. Bersiwak atau bersikat gigi setelah tergelincir matahari
3. Mengunya / mencicipi makanan kecuali ada keperluan
4. Sengaja melambatkan berbuka setelah jelas masuk waktu maghrib dengan meyakini bahwa yang demikian itu adalah merupakan keutamaan.
F. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1. Makan atau minum dengan sengaja
2. Haid atau nifas
3. Jima’ pada siang hari atau setelah terbit waktu fajar
4. Hilang akal karena mabuk, pingsan atau gila
5. Muntah dengan sengaja
6. Murtad
Orang yang batal puasanya maka harus menggantinya pada hari lain sebanyak hari puasa yang ditinggalkan. Cara mengganti puasa harus diusahakan dengan secepatnya dan diusahakan jangan sampai melewati bulan ramadhan berikutnya. Jika orang batal puasanya disebabkan karena jima’ dengan sengaja ia harus mengganti puasanya selama 2 bulan berturut-turut, jika tidak mampu hendaklah ia memberi makan orang miskin sebanyak 60 orang.
Sabda Nabi:
Artinya:
“dari Abu Hurairah RA. Bahwasanya seorang laki-laki telah bercampur dengan istrinya pada siang hari dibulan ramdhan, lalu ia meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, tentang itu. Nabi SAW. Menjawab: adakah engkau mempunyai budak? (dimerdekakan) ia menjawab tidak, Nabi berkata lagi: kuatkah engkau puasa 2 bulan berturut-turut? Ia menjwab, tidak . sabda Nabi lagi: kalau engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak 60 orang”. (HR. Muslim)
G. Cara Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan Pada Bulan Ramadhan
1. Wajib membayar qadha saja pada hari lain, yaitu:
a. Orang sakit yang meninggalkan puasanya
b. Orang yang sedang dalam perjalanan
c. Wanita yang sedang hamil jika takut dirinya menjadi berbahaya
d. Wanita yang sedang menyusui anaknya jika ia hawatir berbahaya bagi dirinya dan anaknya. Jika wanita hamil dan wanita menyusui tidak berpuasa karena takut berbahaya bagi anaknya, maka keduanya wajib qadha dan wajib fidyah.
2. Tidak wajib mengqadha tapi wajib membayar fidyah
a. Orang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh
b. Orang yang sudah tua yang tidak mampu lagi berpuasa
3. Wajib qadha dan membayar fidyah dan masih berdosa yaitu orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa udzur syar’i. Allah SWT. berfirman:
Artinya:
“siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka boleh mengganti puasa pada hari yang lain. Allah menghendaki keringanan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran atas kamu”. (Al-baqarah : 185)
Ayat ini menerangkan bahwa puasa pada bulan ramadhan itu hukumnya wajib, tetapi bagi orang yang tidak mampu puasa seperti orang yang sakit, orang yang sudah tua atau orang yang sedang dalam perjalanan mereka boleh tidak berpuasa, tetapi harus mengantinya pada hari yang lain. Bagi orang tua yang sudah tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk seembuh, sebagai pengganti puasanya ialah mereka membayar fidyah.
H. Hikmah Puasa
1. Hikmah Rohaniyah
a. Didikan Pengendalian Diri
Karena inti puasa itu adalah pengendalian diri, maka dengan melakukan puasa manusia dididik untuk mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak terpuji. Manusia dikaruniai nafsu oleh Allah. Dengan adanya nafsu manusia dapat beraktivitas sehingga manusia lebih berarti dari pada makhluk yang lain. Namun demikian, apabila nafsu itu tak terkendali dapat membawa bencana besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungan hidupnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Bukanlah orang berpuasa itu hanya berpuasa dari makan dan minum saja, melainkan juga (puasa) omong kosong dan kotor. Jika ada orang memaki-maki atau berbuat kurang ajar terhadap dirimu, maka katakanlah: “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.
“Barang siapa yang tidak mau meninggalkan perkataan palsu dan perbuatan palsu, maka Allah tidak akn peduli terhadap perbuatan ketika meninggalkan perbuatan makan dan minum (puasa)”. (HR. Ahmad bin Hambal, Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan dan Ibnu Majjah yang bersumber dari Abu Hurairah)
b. Pendidikan Disiplin
Puasa termasuk ibadah mahdlah, yakni ibadah yang tata cara pelaksanaannya sudah diatur secara rinci oleh syari’ah. Akitvitas makan dan minum serta berkumpul dengan istri harus dihentikan menjelang fajar tiba, dan baru boleh dilakukan lagi setelah matahari terbenam. Setelah matahari terbenam puasa harus segera dihentikan, segera berbuka walau hanya dengan meminum air putih. Segala hal yang tidak terpuji harus dihindari jika ingin berpuasa secara baik dan diterima disisi Allah. Jika semua dilaksanakan secara baik, maka manusia akan terlatih memiliki sikap disiplin dalam hidup ini.
c. Mendidik Kesabaran Dan Ketabahan
Orang yang kondisi fisiknya sehat pasti merasakan lapar dan dahaga saat menjalankan ibadah puasa. Kendatipun sejak pukul 15.00 telah tersedia makanan yang lezat serta minuman segar, namun hati harus bersabar menunggu saat berbuka tiba. Demikian ini dilakukan terus menerus selama satu bulan suntuk, hanya semata-mata menaati perintah Allah dan mencari ridha-Nya. Kesabaran menunggu saatnya berbuka ini justru akan menambah gairah dan semangat untuk menikmati santapan jasmani. Rasulullah mengatakan dalam sabdanya:
“….. dan bagi orang yang berpuasa tersedia dua kegembiraan, yakni gembira saat berbuka karena bukanya, dan gembira kelak saat menemui Rabbnya (mendapat pahala karena puasanya).” (HR. Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Hiban yang bersumber dari Abu Hurairah)
d. Menumbuhkan Rasa Sosial
Setelah menahan diri dari makan dan minum kurang lebih 12 jam pada setiap harinya, terasa sekali lapar dan dahaga. Orang yang hidupnya berkecukupan jarang sekali merasakan lapar seperti orang yang sedang melaksanakan puasa. Makanan yang penuh gizi senantiasa tersedia karena uangpun ada. Setelah menjalani ibadah puasa barulah ia merasakan betapa lapar dan dahaga sepanjang siang hari. Kala itu ia akan dapat membayangkan betapa penderitaan orang yang hidup dalam kemiskinan. Hampir sepanjang hidupnya ia merasakan lapar seperti yang ia rasakan saat itu. Hari-harinya selalu dilalui dengan kesusahan demi kesusahan dalam usahanya memperoleh sekedar makanan. Itupun terkadang menemui kegagalan jerih payahnya, cucuran keringatnya tidak selalu membawa hasil.
Apabila puasa yang ditentukan Islam dijalani dengan dasar iman yang benar, kiranya akan menumbuhkan kesadaran sehingga peduli terhadap nasib sesama manusia yang kebetulan hidup dalam kemiskinan. Selanjutnya kesadaran ini akan melahirkan perbuatan terpuji, mengulurkan tangan memberi bantuan untuk meringankan beban derita oarng miskin.
e. Selamat dari siksa neraka dan memperoleh pahala langsung dari sisi Allah SWT. sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“puasa itu dinding/perisai yang dijadikan tameng oleh hamba dari api neraka, dan bagikulah shiyam itu dan aku sendiri akan (langsung) membalasnya”. (HR.Baihaqi)
2. Hikmah Jasmaniah
Telah diakui oleh pakar kesehatan bahwa puasa akan dapat membawa dampak positif bagi kesehatan jasmani. Perut manusia tak ubahnya seperti pabrik yang mesinya hidup terus untuk mencerna makanan. walaupun mesin pabrik itu terbuat dari besi dan baja sekalipun tetap memerlukan istirahat untuk pendinginan.
Jika hal ini diabaikan, maka tidak lama mesin akan mengalami kerusakan. Demikian juga halnya perut manusia, tak akan mampu kerja terus untuk mencerna makanan. Dengan puasa, perut akan beristirahat unutk memperoleh kekuatan kembali. Sabda Rasulullah SAW:
“sesungguhnya aku ini manusia, tidak makan sebelum lapar dan apabila aku makan tidak sampai kenyang”.
Para pakar kesehatanpun mengakui perlunya mengatur kadar makanan yang dikonsumsi setiap hari. Kelebihan makanan akan berakibat buruk bagi kesehatan. Tidak sedikit orang yang mengalami gangguan kesehatam dan bahkan sakit akibat berlebihan dalam mengkonsumsi makanan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Sekiranya puasa yang dituntunkan agama ditaati secara ikhlas dan dilakukan sesering mungkin, kiranya kesehatan jasmani akan dapat dirasakan.
BAB III
KESIMPULAN
Puasa termasuk ibadah mahdlah, yakni ibadah yang tata cara pelaksanaanya sudah diatur secara rinci oleh syari’ah. Aktivitas makan dan minum serta berhubungan suami isteri harus dihentikan menjelang fajar tiba, dan baru boleh dilakukan kembali setelah matahari terbenam. Setelah matahari terbenam puasa harus segera dihentikan, segera berbuka walau hanya dengan meminum air putih. Segala hal yang tidak terpuji harus dihindari jika ingin berpuasa secara baik dan diterima disisi Allah SWT.
Apabila puasa yang ditentukan Islam dijalani dengan dasar iman yang benar, kiranya akan menumbuhkan kesadaran sehingga perduli terhadap nasib sesama manusia yang kebetulan hidup dalam kemiskinan. Selanjutnya kesadaran ini akan melahirkan perbuatan terpuji, mengulurkan tangan memberi bantuan untuk meringankan beban derita orang miskin
DAFTAR PUSTAKA
Rifai, Muhammad, Fiqih Islam Lengkap.CV. Toha Putra, Semarang 1978
Razak, Nasruddin, Dinul Islam, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1971
Ash-shiddiqy, Hasbi, Al-islam, Bulan Bintang, Jakarta 1970
Rasyid, Sulaeman, Fiqih Islam, Sinar Baru, Bandung, 1992
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta 1984/1985